Kamis, 26 Juni 2008

Polisi Pada Peristiwa UNAS

Belum ada yang ditetapkan tersangka, Propam pun belum bisa menentukan apakah ada unsur komando atau tidak. Komnas HAM dianggap kebablasan.

Sejauh ini, ada 54 mahasiswa yang ditahan. Di Polres Jakarta Selatan, 31 mahasiswa ditahan untuk perkara penyerangan terhadap aparat negara dan tiga orang terkait narkoba, dan 20 lainnya ditahan di Polda Metro.

Menurut Yoga, polisi yang diperiksa itu adalah Wakil Kepala, Kepala Bagian Operasi, Kepala Satuan Samapta Polrestro Jakarta Selatan, serta Kepala Polsek Pasar Minggu, dan sejumlah polisi lain. (Kompas Cetak 10 Juni 2008 pukul 19.22WIB)

Pasca Tragedi Universitas Nasional (Unas), internal Polri langsung konsolidasi. Rabu tanggal 28 Mei 2008, dilangsungkan rapat tertutup yang dihadiri seluruh pejabat Kepolisian Daerah (Polda) dan Kepolisian Resor (Polres) lingkup Metro Jakarta. Dalam pertemuan ini, Kapolda Adang Firman kembali menegaskan soal Standard Operating Procedure (SOP).

Kabid Humas Polda Metro Jaya I Ketut Untung Yoga Ana ditemui seusai rapat mengatakan, “Kapolda dalam rapat tadi kembali mengingatkan apa-apa yang sudah menjadi Protap, aturan-aturan teknis baik dalam pelayanan ataupun penegakan hukum agar terhindar dari hal-hal yang tidak kita harapkan”. Tragedi Unas adalah salah satu hal yang tidak diharapkan itu.

Terkait kasus Unas, Yoga mengatakan sampai sekarang belum ada perwira polisi yang ditetapkan sebagai tersangka. Namun begitu, Tim dari bidang Etika Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya telah melakukan pemeriksaan terhadap 78 perwira polisi, tapi masih sebatas saksi. Sebelumnya, tiga hari lalu jumlah personil polisi yang diperiksa baru 62 orang. “Ada penambahan 14 personil,” menurut Yoga Kabid Humas Polda Metro Jaya

Menurut Yoga, pemeriksaan belum ada perkembangan karena masih tahap awal. Kabar yang beredar, Kapolres Jakarta Selatan Chairul Anwar akan diperiksa, tetapi batal karena yang bersangkutan ada agenda rapat lain. Saat ditemui, Kapolres Jaksel memang tampak terburu-buru sekali. Ia menolak untuk diwawancara dan berlalu begitu saja.

Yoga mengaku belum bisa memastikan apakah ada komando dari atas atau hanya diskresi polisi di lapangan. Meskipun begitu, dia menegaskan pada dasarnya polisi wajib menindak jika melihat ada pelanggaran, walau tanpa perintah komando sekalipun.

Mekanisme awal, Propam melakukan pemanggilan yang diikuti pemeriksaan, tetapi untuk berikutnya akan ada mekanime lanjutan sebagaimana telah diatur dalam PP No.13 Tahun 2003. Setelah didapat tersangka dilanjutkan dengan pemeriksaan di depan sidang disiplin. Apabila terbuki dan diputuskan melanggar disiplin, hukuman ditetapkan dengan Surat Keputusan Hukuman Disiplin yang disampaikan kepada terhukum. Propam akan bertindak sebagai eksekutor hukuman itu.

Pasal 9

Hukuman disiplin berupa:

a. Teguran tertulis;

b. Penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun;

c. Penundaan kenaikan gaji berkala;

d. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun;

e. Mutasi yang bersifat demosi;

f. Pembebasan dari jabatan;

g. Penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari.

Sanksi

Hukuman telak yang dapat diberikan adalah pemberhentian secara tidak hormat yang hanya dapat dilakukan oleh Presiden untuk pangkat Komisaris Besar Polisi atau yang lebih tinggi, dan Kapolri untuk pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi atau yang lebih rendah. Tentunya diputuskan melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 12

(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila:

a. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia;

b. diketahui kemudian memberikan keterangan palsu dan/atau tidak benar pada saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;

c. melakukan usaha atau kegiatan yang nyata-nyata bertujuan mengubah Pancasila, terlibat dalam gerakan, atau melakukan kegiatan yang menentang negara dan/atau Pemerintah Republik Indonesia secara tidak sah.

Pasal 13

(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia karena melanggar sumpah/janji anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, sumpah/janji jabatan, dan/atau Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 14

(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila:

a. meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30 (tiga puluh) hari kerja secara berturut-turut;

b. melakukan perbuatan dan berperilaku yang dapat merugikan dinas Kepolisian;

c. melakukan bunuh diri dengan maksud menghindari penyidikan dan/atau tuntutan hukum atau meninggal dunia sebagai akibat tindak pidana yang dilakukannya; atau

d. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Yang patut diperhatikan, Pasal 24 PP No.2 Tahun 2003 memberikan acuan pertimbangan. Sebelum hukuman itu dijatuhkan perlu dipertimbangakan tiga hal. Pertama, situasi dan kondisi ketika pelanggaran itu terjadi. Kemudian, pengulangan dan perilaku sehari-hari pelanggar disiplin, dan terakhir terwujudnya keadilan dan mampu menimbulkan efek jera, serta tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia. Baru ditetapkan hukuman yang derajat penjeraannya berbeda-beda.

Adrianus Meliala, Kriminolog Universitas Indonesia, mengatakan Tragedi Unas harus disikapi secara proporsional dan komprehensif. Andrianus berharap siapapun jangan mengeluarkan pernyataan sebelum jelas duduk persoalannya.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang baru-baru ini berkolaborasi dengan Komnas HAM untuk mengungkap kasus Unas. keduanya dirancang untuk merumuskan grand design perbaikan Polri,”

Andrianus berharap Kompolnas dan Komnas HAM memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada mekanisme internal Polri. Apalagi, apa yang dilakukan Propam saat ini, menurut Adrianus, sudah merupakan itikad baik dari Polri. “Polisi sudah menunjukan niat untuk memproses aparat yang melakukan pelanggaran, buktinya sudah ada yang diperiksa,”. Jadi, lebih baik dorong Polri melakukan proses yang benar. (hukumonline.com selasa 10 Juni 2008, kolom Berita, 19.18 WIB)

Filosofi kerja kepolisian universal, adalah vigilat quiscant. Artinya polisi bekerja sepanjang waktu agar masyarakat dapat melakukan aktivitasnya (kerja/belajar maupun istirahat) dengan nyaman. Polri menjabarkan filosofi tersebut dengan "rastrasewakottama" (abdi utama negara dan bangsa) dikristali- sasi dalam tugas pokok selaku pelindung, pengayom, pelayan dan penegak hukum negara dan masyarakat.

Apresiasi tugas pokok polisi adalah to protect and to serve (melindungi dan melayani); secara lebih detail adalah: love humanity, help delinquence and keep them out of jail (cinta kasih, membasmi penyimpangan dan menjauhkan setiap orang dari penjara). Berangkat dari itu Polri mengusung budaya nenek moyang adiluhung yang sangat masyhur. TTKR (tata tenteram karta raharja). Coba dibaca dari belakang berarti tugas Polri untuk menciptakan masyarakat yang raharja (sejahtera). Terwujud jika karta (semua aktivitas) berjalan baik, aktivitas masyarakat dan negara bisa berjalan kalau ada tenteram (keamanan) yang baik dan tenteram bisa terwujud jika ada kepastian hukum (tata).

Muncul sesanti (adagium) "deso mowo coro negoro mowo toto". Di masyarakat ada coro "hukum adat" (hukum tak tertulis) dan negara punya toto (hukum tertulis) keduanya menjadi sumber hukum negara kita. Menurut budayawan Kuntjoroningrat, rakyat Indonesia memiliki ribuan adat-istiadat dan budaya. Bukan hanya memperkaya perkembangan sosial dan hukum tetapi juga membuat aplikasi penegakan hukum tak mudah terutama bagi kepolisian karena di lapangan, law in the books tak selalu sama dengan law in actions. Di sini secara universal kepolisian diberi kewenangan menggunakan diskresi.

Tentang penggunaan kekuatan atau kewenangan oleh polisi (police force) telah banyak referensi bisa dijadikan panduan. Polisi diberi kewenangan menggunakan kekuatannya untuk memaksa seseorang atau kelompok agar mematuhi aturan (makna demokrasi) karena inti demokrasi adalah kepatuhan pada hukum "law enforcement in democratic society".

Polisi menegakkan moralitas masyarakat secara konkret. (J Skolnick, 1971). Banyak profesi yang sebenarnya bertujuan membangun moralitas, seperti guru, rohaniwan, jaksa, hakim, tentara, dan lainnya. Tetapi mereka sebatas mengimbau, mengajak agar moralitas berjalan baik. Hanya Polisi diberi tugas oleh UU untuk mengadakan moralitas masyarakat itu secara konkret dengan mulut, tangan, borgol, pentungan bahkan bedil, kadang dengan mempertaruhkan jiwa polisi.

Di tangan polisi, moralitas menjadi sesuatu yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Contoh, jika yang lain cuma bisa mengimbau, jangan mencuri! Lalu keputusannya terserah hati nurani masing-masing orang. Tidak demikian bagi polisi. Polisi nyata bahwa mencuri dilarang dan sang pencuri benar-benar dibekuk. Moralitas masyarakatpun menjadi riil, konkret, diwujudkan dengan cara halus ramah dan kadang harus menggunakan paksaan dan kekerasan kepolisian.

Demikian pula ketika polisi mengawal demo yang simpatik tertib pasti polisi bertindak lemah lembut. Tetapi jika unjuk rasa berubah menjadi anarkhi (memaksakan kehendak) maka polisi diperintah oleh UU untuk bertindak tegas walau kadang dianggap keras. Di sinilah Prof Adlow dari Universitas Boston mengatakan, Polisi hanyalah cermin masyarakat, jika masyarakatnya bisa diatur dengan santun, santunlah polisi. Tetapi jika masyarakatnya tak bisa diatur dengan santun maka tidak santunlah polisi.

Dunia memperhatikan kewenangan kepolisian yang luas itu, juga mengatur cara dan aturan penegakan hukum dalam penggunaan kewenangan kepolisian (Code of Conduct for Law Enforcement Officials = CCLEO) Resolusi PBB Nomor 34/169 tanggal 17 Desember 1979. CCLEO memang bukan traktat tetapi instrumen, pedoman otoritatif pada pemerintah dan kepolisian selaku penegak hukum terdepan agar tetap dalam koridor-koridor hukum dan HAM. CCLEO menjabarkan penggunaan kekuatan (upaya paksa) "kekerasan" harus fungsional, profesional dan proporsional. Fungsional, berarti sesuai dengan UU. Profesional, berarti cara penggunaannya sesuai taktis teknis prosedural. Proporsional, berarti telah melewati tahapan-tahapan disesuaikan ancaman gangguan yang dihadapi.

Dewan Parlemen se-Eropa menjabarkan resolusi PBB itu dengan mengeluarkan: The Declaration on The Police (DP) memuat aturan penggunaan kekuatan polisi secara rinci termasuk jika kepolisian menghadapi keadaan darurat perang atau pendudukan oleh kekuatan asing. Yang menarik dari DP itu juga merupakan panduan agar polisi lebih demokratis berani menolak perintah atasan atau pimpinan yang melanggar konstitusi/hukum (Pasal 3). Dan tanggung jawab atas kelalaian tindakan (malactions) di lapangan bukan pada pimpinan atau komandan tetapi pribadi-pribadi yang bertugas di lapangan itu (Pasal 9). (Suara Pembaruan Daily, Penulis Dosen UGM Yogyakarta, pukul 19.10 WIB)

KRONOLOGI AKSI TOLAK KENAIKAN HARGA BBM

23 - 24 MEI 2008
Lokasi : Kampus UNAS


21.00
Sejumlah mahasiswa UNAS memulai Unjuk rasa di halaman kampus UNAS (Taman kotak-Samping gedung Blok I) Bentuk aksi hanya orasi dan menyalakan lilin

21.40
Masa aksi bergerak ke depan kampus UNAS

22.00
Masa aksi bergerak menuju pertigaan jalan kampus UNAS, dan berorasi
Di pertigaan sudah ada sekitar 5 mobil patroli polisi.

22.35
Masa aksi kembali ke depan kampus UNAS Di ikuti polisi

22.45
Masa aksi membakar ban di depan kampus Polisi mulai merapat dan jumlahnya bertambah

22.50
Terjadi keributan dengan polisi. Masa aksi di bantu warga sekitar memukul mundur polisi sampai ke pertigaan jalan kampus UNAS. Polisi bertahan di pertigaan dan halte.

23.52
Beberapa warga bernegosiasi meminta polisi membubarkan diri dan mahasiswa UNAS untuk masuk ke dalam kampus

05.25
Polisi menyerang kampus dengan atribut lengkap dan melepaskan tembakan dan gas air mata kedalam kampus. Sedangkan mahasiswa bertahan di dalam kampus dan melakukan perlawanan dengan melemparkan batu, botol, dan apapun yang ada di sekitar mereka. Tidak ada satupun mahasiswa yang menggunakan senjata tajam.

06.02
Polisi mendapat komando untuk masuk kedalam kampus UNAS. Dan mulai mendobrak pagar kampus.

Ada dua komando berbeda. Yang di depan tembok UNAS mengomandokan untuk tidak masuk kedalam kampus, sedangkan yang di depan pagar kampus menyuruh polisi untuk masuk kedalam kampus.

06.23
Polisi menangkap seorang mahasiswa yang sudah mengalami luka robek dan bocor di kepala. Kemudian polisi memukuli beberapa satpam UNAS dan juga memukul wartawan yang sedang meliput. Polisi sudah ada di dalam kampus

06.37
Masa aksi melakukan aksi duduk diam di lapangan UNAS tanda aksi sudah selesai namun sayangnya polisi memukuli para mahasiswa dan menelanjangi mereka, serta mengambil barang-barang milik mahasiswa

07.03
Semua mahasiswa dibawa ke dalam mobil tahanan Banyak mahasiswa yang hanya tidur di sekretariat mahasiswa dan yang sedang bersiap untuk acara Wisuda ikut di bawa, bahkan ada mahasiswa yang baru datang ke kampus untuk kuliah juga di bawa.

07.25
Satu persatu mobil tahanan mulai berangkat pergi membawa semua mahasiswa UNAS yang ada di dalam kampus

07.56
Situasi kampus mulai kondusif Ada 5 orang tentara menggunakan topi rimba berjaga di depan kampus
(www.berpolitik .com, Siaran Pers Tim Advokasi UNAS Senin 26 Mei 2008, Pukul 19.16 WIB)

Tidak ada komentar:

FoRuM ChAt

Create a Meebo Chat Room